sistem demokrasi baru dapat terlaksana di indonesia setelah indonesia merdeka

Dimajalah ini juga dijelaskan apakah sistem kapitalisme terpusat seperti Tiongkok (dalam diksi bahasa Mandarin disebut demokrasi kerakyatan komunis berdasarkan karakteristik Tiongkok), demokrasi yang berbasiskan kekeluargaan dan kekerabatan, seperti di Afrika, atau demokrasi parsitipatoris, seperti yang dicanangkan oleh kelompok liberal AS Diantara sistem demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia tersebut memang masih memiliki kekurangan. Tantangan terbesar terutama datang dari para pelaku, yang menjalankan demokrasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari mengakarnya budaya korupsi di Indonesia, kesenjangan sosial, ketimpangan hukum, pembangunan tidak merata, dan lain sebagainya. Terlibatnyawarga negara bisa secara langsung atau bisa juga melalui perwakilan, contohnya melalui Dewan perwakilan Rakyat (DPR). Demokrasi biasanya banyak dikaitkan dengan bidang politik. Padahal, sistem demokrasi sebenarnya diterapkan di berbagai bidang, seperti sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain. 1 Mengubah dan Menetapkan UUD. Fungsi MPR sebelum era reformasi yang pertama ialah mengubah dan menetapkan UUD. Kewenangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara lain. Pasalnya setiap negara harus ada lembaga yang diberi kewenangan untuk mengubah dan menetapkan UUD. 2. Sistemdemokrasi yang dianut oleh Republik Indonesia hingga saat ini adalah Demokrasi Pancasila.Karena itu, jawaban dari pertanyaan di atas adalah (D).. Pembahasan: Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana rakyat turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui perantara perwakilannya yang terpilih.Karena itu, demokrasi sering disebut sebagai pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat Partnersuche Im Internet Vorteile Und Nachteile. Freepik Berikut ini adalah perkembangan demokrasi di Indonesia dari awal kemerdekaan hingga kini - Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, lebih tepatnya adalah demokrasi Pancasila. Sebelum akhirnya menganut demokrasi Pancasila, Indonesia telah mengalami perkembangan sistem demokrasi dari awal kemerdekaan Indonesia hingga saat ini. Sistem demokrasi yang dianut mengalami perbedaan dan perkembangan sebagai bentuk adaptasi negara berkembang yang baru merdeka. Perkembangan demokrasi di Indonesia pun umumnya dibagi menjadi empat periode. Sebelum membahasnya, kita ulas dulu pengertian demokrasi secara umum, yuk! Pengertian Demokrasi Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak yang sama untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Sebuah negara bisa dikatakan menjalankan demokrasi, jika sudah memenuhi ciri-ciri berikut ini 1. Memiliki perwakilan rakyat, misalnya di Indonesia terdapat Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Keputusan berlandaskan aspirasi dan kepentingan rakyat, sebab demokrasi ini memberikan ruang bagi rakyat berperan aktif dalam menjalankan roda pemerintahan. 3. Terdapat hukum yang mengatur, artinya setiap keputusan dan jalannya pemerintahan harus tercantum dalam ketetapan hukum. Baca Juga Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia dari Masa Orde Lama Hingga Reformasi Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya. PROMOTED CONTENT Video Pilihan SISTEM demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dinilai berjalan dengan baik. Hal itu tercermin dari hasil survei nasional 'Kinerja Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin dan Ciobvid-19 di Indonesia' yang dilakukan lembaga survei Indo Barometer pada 10–17 Oktober 2020. Dari survei yang dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan responden dan margin of error sebesar ± 2,83% dengan tingkat kepercayaan 95% tersebut menunjukkan publik merasakan puas dengan jalannya demokrasi di Indonesia saat ini. Sedangkan yang merasa tidak puas sebesar 37,3% dan yang tidak tidak tahu/tidak jawab Ada lima alasan publik puas terhadap sistem demokrasi di Indonesia saat ini. Pertama, kebebasn memiliki pemimpin melahirkan pemimpin sesuai keinginan masyarakat sesuai dengan hati nurani 8%, sistem demokrasi terlaksana dengan aman serta adanya perubahan yang lebih baik Sedangkan alasan ketidakpuasan publik atas demokrasi yang berjalan saat ini adalah kebijakan pemimpin hanya untuk golongan tertentu demokrasi berjalan belum sepenuhnya pelaksanaan demokrasi kurang sehat keadaan ekonomi yang belum berubah dan banyak yang korupsi Hasil survei juga menunjukkan 77,9% publik setuju bahwa demokrasi walaupun tidak sempurna adalah sistem pemerintahan terbaik untuk Indonesia saat ini dibandingkan sistem lainnya. Sistem demokrasi dinilai menjadi sistem pemerintahan terbaik untuk Indonesia karena dengan sistem ini rakyat bebas mengeluarkan pendapat, bebas memilih pemimpin, sesuai dengan hati nurani sistem demokrasi bersifat terbuka, serta bebas memilih wakil rakyat. Hanya 11,1% respoden yang menyatakan tidak setuju sistem demokrasi diterapkan di Indonesia. Terdapay lima alasan publik tidak setuju bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik saat ini yaitu kurang berpihak ke rakyat kecil, politik kurang sehat,demokrasi berjalan belum sepenuhnya, pelaksanaan demokrasi belum maksimal, dan hanya menguntungkan golongan tertentu. RO/R-1 Jakarta - Sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 Indonesia sudah menganut sistem demokrasi, yakni demokrasi perwakilan. Namun pemilihan umum sebagai syarat minimal sebuah demokrasi baru digelar di Indonesia pada tahun 1955, atau sepuluh tahun setelah proklamasi kemerdekaan. Mengapa baru sepuluh tahun kemudian Indonesia menggelar pemilihan umum? Sebenarnya tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan pemilihan umum pada Januari 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 November maklumat disebutkan bahwa pemilu akan digelar untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Maklumat juga menganjurkan tentang pembentukan partai-partai politik yang akan mengajukan nama calon anggota DPR dan MPR tersebut. Namun karena beberapa hal, pemilihan umum untuk pertamakalinya di Indonesia baru bisa dilakukan di tahun 1955. Situs resmi Komisi Pemilihan Umum menyebut dua alasan penyebab pemilu gagal digelar pada tahun 1946, yakniKendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Dari dalam negeri disebabkan oleh ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu. Salah satunya karena belum terbentuknya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu. Pada saat yang bersamaan kondisi keamanan dalam negeri juga belum stabil, akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu. “Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran sirkulasi kekuasaan secara teratur dan kompetitif,” seperti tertulis dalam situs resmi Komisi Pemilihan Umum yang dikutip detikcom, Senin 7/4/2014. erd/van › Memasuki Mei 2022, Indonesia memasuki tahun ke-24 pasca-reformasi 1998. Meski proses demokratisasi sudah berjalan lebih dari dua dekade, demokrasi Indonesia belum menggembirakan. Oleh KURNIA YUNITA RAHAYU 6 menit baca KOMPAS/ EDDY HASBYMahasiswa se-Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi Jabotabekmendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan Presiden Soeharto KOMPAS — Meski telah menjalani proses demokratisasi selama 24 tahun, demokrasi Indonesia dinilai rentan atau berisiko untuk kolaps kapan saja. Hal itu terjadi karena reformasi 1998 tidak benar-benar memutuskan hubungan dengan rezim otoritarian yang terjadi sebelumnya, baik dari segi institusional, ekonomi, maupun perilaku politik. Diperlukan gerakan masyarakat sipil yang semakin matang untuk terus menjaga ketahanan Mei 2022, Indonesia memasuki tahun ke-24 pasca-reformasi 1998. Meski proses demokratisasi yang ditandai dengan tumbangnya Orde Baru sudah berjalan lebih dari dua dekade, kondisi demokrasi Indonesia belum menggembirakan. Pembatasan kebebasan sipil, pelanggaran hak asasi manusia HAM, dan berbagai kasus korupsi masih terjadi. Berdasarkan laporan berbagai lembaga pemantau demokrasi, salah satunya The Economist Intelligence Unit EIU, pada 2021 Indonesia masuk dalam kategori negara demokrasi cacat flawed democracy dengan skor indeks demokrasi 6,71. Kondisi itu sedikit membaik dibandingkan tahun sebelumnya, skor indeks demokrasi Indonesia adalah 6,30 atau terendah dibandingkan capaian selama 14 tahun sebelumnya. Berkaca dari pengalaman selama 24 tahun terakhir, peneliti senior Centre for Strategic and International Studies CSIS Philips J Vermonte menilai, demokrasi Indonesia rentan. Meski dapat berjalan, penyelenggaraan sistem ini masih menghadapi dua kemungkinan, yakni kolaps tiba-tiba atau berjalan dengan lambat. “Demokrasi kita rentan, karena ada beberapa hal yang tidak bisa dilepaskan dari masa lalu, yakni faktor institusional, ekonomi, dan perilaku politik,” katanya dalam diskusi daring yang diselenggarakan Public Virtue Research Institute, bertajuk 24 Tahun Reformasi Arah Demokrasi Indonesia Kini, Jumat 20/5/2022.Merujuk ilmuwan politik Amerika Serikat, Samuel P Huntington, Philips melanjutkan, kesuksesan demokrasi salah satunya ditentukan oleh kemampuan negara untuk memutuskan hubungan secara total dengan rezim otoriter yang terjadi sebelumnya. Akan tetapi, hal ini tidak bisa dilakukan oleh Indonesia. Pasca-reformasi, masih ada tiga hal warisan rezim sebelumnya masih masih dipraktikkan sampai saat ini, sehingga mengakibatkan kerentanan."Kesuksesan demokrasi salah satunya ditentukan oleh kemampuan negara untuk memutuskan hubungan secara total dengan rezim otoriter yang terjadi sebelumnya. Akan tetapi, hal ini tidak bisa dilakukan oleh Indonesia. Pasca-reformasi, masih ada tiga hal warisan rezim sebelumnya masih masih dipraktikkan sampai saat ini, sehingga mengakibatkan kerentanan"SUSANA RITA KUMALASANTIPhillip J VermonteBaca Juga Demokrasi Indonesia Setelah 23 Tahun Reformasi Pertama, dari segi institusional, Indonesia masih menerapkan sistem pemilu proporsional sebagai dasar proses elektoral. Sistem proporsional dinilai lebih kompatibel dengan masyarakat yang majemuk, sehingga memungkinkan untuk merepresentasikan semua kelompok. Akan tetapi, sistem tersebut menyebabkan kerentanan karena memunculkan kerumitan dalam mengelola hubungan politik antarkelompok masyarakat yang berasal dari berbagai spektrum baik ideologi, agama, etnis, maupun menambahkan, sistem pemilu proporsional terbuka yang saat ini diterapkan terasosiasi kuat dengan politik uang dan korupsi. Hal ini terjadi karena sistem proporsional terbuka memungkinkan banyak calon anggota legislatif caleg untuk berkontestasi, berkampanye secara masif, sehingga perputaran uang pun tidak bisa terhindarkan. “Pekerjaan rumah kita adalah memperbaiki sistem pemilu agar tujuan representasi bisa tercapai, dan di sisi lain ekses negatifnya juga bisa ditutup,” ujar dia, dari segi ekonomi Indonesia juga belum berubah dibandingkan masa Orde Baru. Struktur ekonomi nasional masih didominasi kelompok kecil yang berhubungan dengan pemerintah. Partisipasi ekonomi masyarakat belum signifikan, negara belum bisa mengintegrasikan aktor-aktor yang lebih kecil dalam struktur ekonomi nasional secara keseluruhan. Ketiadaan perubahan juga bisa dilihat dari segi perilaku politik. Saat ini, kontrol terhadap kekuasaan melalui mekanisme institusi yang tersedia secara formal dipertanyakan.“Tugas terbesar masyarakat sipil adalah membangun keahlian teknokratik di bidang yang diadvokasi. Ini bukan sekadar untuk mengimbangi negara, melainkan juga karena seluruh persoalan dunia saat ini, misalnya pandemi, perubahan iklim, itu bersifat teknokratik”Dalam konteks tersebut, kata Philips, diperlukan penguatan gerakan masyarakat sipil dari segi peningkatan kapasitas teknokratik. Masyarakat sipil harus bisa menjadi pengimbang negara dalam memberikan perspektif pengelolaan negara. “Tugas terbesar masyarakat sipil adalah membangun keahlian teknokratik di bidang yang diadvokasi. Ini bukan sekadar untuk mengimbangi negara, melainkan juga karena seluruh persoalan dunia saat ini, misalnya pandemi, perubahan iklim, itu bersifat teknokratik,” RAMADHANUsman Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, demokrasi Indonesia tidak sekadar rentan, tetapi juga sudah mengalami kemunduran yang tidak terbantahkan. Beberapa hal yang menandai kemunduran demokrasi di antaranya, menguatnya penggunaan taktik otoriter negara terhadap masyarakat. Melemahnya partai politik karena lemahnya subsidi negara, serta menguatnya kembali sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat.“Penguatan sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat terlihat jelas betapa Jakarta memusatkan kembali kendali politiknya di Papua, sehingga menabrak prinsip-prinsip reformasi yang tertuang dalam semangat otonomi daerah,” kata Usman. Pemusatan kekuasaan yang dimaksud dilakukan dengan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Pada UU No 2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua, terdapat pengaturan tentang pembentukan badan khusus yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, pemekaran daerah pun tak lagi memerlukan persetujuan representasi kultural orang asli Papua.“Penguatan sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat terlihat jelas betapa Jakarta memusatkan kembali kendali politiknya di Papua, sehingga menabrak prinsip-prinsip reformasi yang tertuang dalam semangat otonomi daerah”Usman menambahkan, mundurnya demokrasi juga terlihat dari pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Selain itu, polarisasi masyarakat akibat perbedaan pilihan politik serta penguatan politik identitas juga menjadi penanda regresi demokrasi gerakan masyarakat sipilMeski kondisi demokrasi terus menurun, menurut Usman, terdapat penguatan gerakan masyarakat sipil. Sejak muncul gerakan mahasiswa yang mengusung tagar reformasidikorupsi pada 2019, hingga gerakan mahasiswa Maret lalu, terdapat indikasi munculnya gerakan demokrasi baru. Mereka tidak sekadar menyuarakan pembebasan dari otoritarianisme untuk meraih kebebasan individu, tetapi juga mendorong perbaikan sosial ALFAJRIMahasiswa menggelar aksi demonstrasi di depan gerbang DPR, Senin 23/9/2019. Mereka meminta pemerintah menuntaskan agenda itu terlihat dari isu yang disuarakan tidak terbatas pada lingkup kebebasan politik tentang jaminan kebebasan berpendapat, oposisi, tetapi juga membawa isu-isu kerakyatan seperti reforma agraria, penyelamatan lingkungan, peningkatan upah buruh, serta penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia HAM. Selain itu, mereka juga membela kredibilitas sistem elektoral dengan menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.“Jadi, terdapat optimisme pada gerakan demokrasi. Mereka bukan sekadar menyuarakan kebebasan, melainkan juga kesejahteraan. Bukan hanya demokrasi untuk pembebasan dari rezim otoritarianisme, melainkan juga demokrasi untuk keadilan sosial,” kata Usman.“Jadi, terdapat optimisme pada gerakan demokrasi. Mereka bukan sekadar menyuarakan kebebasan, melainkan juga kesejahteraan. Bukan hanya demokrasi untuk pembebasan dari rezim otoritarianisme, melainkan juga demokrasi untuk keadilan sosial”Secara terpisah, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, indeks demokrasi yang dikeluarkan berbagai lembaga dapat menjadi bahan rujukan sekaligus indikator penting untuk menilai kemajuan atau kemunduran kehidupan demokrasi Indonesia. Potret tersebut harus disikapi dengan kedewasaan perspektif dan sikap kenegarawanan. Kehidupan demokrasi pun akan dihadapkan pada tantangan yang terus berubah."Yang tidak boleh berubah adalah komitmen dan determinasi kita untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sebagai rujukan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Komitmen inilah yang harus terus menerus diperjuangkan untuk mencegah terjadinya regresi dalam kehidupan berdemokrasi. Antara lain dengan membangun semangat inklusivitas yang mampu menjangkau berbagai elemen masyarakat, menjaga dan melindungi kebebasan sipil secara bertanggungjawab, mendorong independensi peradilan dan penegakan supremasi hukum, serta meningkatkan partisipasi politik rakyat,” kata Juga Demokrasi Hadapi Tantangan Kekuasaan Elite Lokal Pasca-Orde Baru Pelanggaran HAMKOMPAS/HENDRA A SETYAWANMural almarhum Marsinah tergambar di tembok sebuah rumah di kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Jumat 21/1/2022. Marsinah menjadi simbol abadi perjuangan menegakkan kebenaran yang tak akan pernah luntur di hati masyarakat."Saat ini tidak ada alasan bagi negara untuk menunda pengadilan HAM bagi kasus kekerasan seksual Mei 1998. Sebab, saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang memberikan cara pandang baru dalam pembuktian tindak pidana kekerasan seksual. Begitu pula kasus Marsinah, sudah ada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang dapat menghapus ketentuan kedaluwarsa dalam pelanggaran HAM berat"Ketua Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi, mengatakan, peringatan 24 tahun reformasi juga harus jadi momentum untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM. Tidak terkecuali kasus Marsinah dan kekerasan seksual Mei 1998. Selama ini, dua kasus tersebut belum diakui sebagai kasus pelanggaran HAM, sehingga tidak ada proses peradilan HAM yang bisa dilakukan untuk menuntut keadilan bagi para Mutiara, saat ini tidak ada alasan bagi negara untuk menunda pengadilan HAM bagi kasus kekerasan seksual Mei 1998. Sebab, saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang memberikan cara pandang baru dalam pembuktian tindak pidana kekerasan seksual. Begitu pula kasus Marsinah, sudah ada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang dapat menghapus ketentuan kedaluwarsa dalam pelanggaran HAM berat.“Kedua kasus ini sangat penting untuk diakui sebagai pelanggaran HAM dan diungkap, karena memperlihatkan dengan sangat kuat cara-cara kekerasan yang dilakukan negara untuk membungkam aktivis dan juga digunakan untuk menyebarkan teror di kalangan masyarakat,” kata Mutiara. Pada artikel sebelumnya kita sudah mengenal tentang sejarah demokrasi di dunia dan di Indonesia. Untuk melengkapi pembahasan tersebut, artikel kali ini akan membahas tentang sistem demokrasi di Indonesia secara lebih spesifik dan mendetail. Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan budaya gotong royong dan musyawarahnya, sangat mencerminkan bahwa Indonesia memang negara yang menganut sistem demokrasi. Bahkan budaya demokrasi tidak hanya dirasakan dikalangan masyarakat umum saja, namun juga dikalangan pejabat negara dalam mengatur tata pemerintahan mau lebih menelisik kebelakang, leluhur negara ini sebenarnya sudah lebih dulu mengenal sistem demokrasi sejak berabad-abad sebelum Indonesia merdeka. Kita tentu sudah pernah mendengar sepak terjang leluhur negara ini pada saat Indonesia masing berbentuk kerajaan-kerajaan. Banyak kerajaan di Indonesia yang memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas, bahkan sampai keluar wilayah Indonesia. Hal ini bisa dijadikan sebagai bukti, bukan tidak mungkin leluhur kita melakukan budaya musyawarah dalam menyusun strategi untuk memperluas wilayahnya, dan ini merupakan ciri dari budaya demokrasi, namun perlu diketahui bahwa konsepnya masih sangat primitif sekali. Baca Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat dan ContohnyaSelanjutnya pada saat masa pendudukan Belanda, budaya demokrasi semakin berkembang dengan kemunculan organisasi-organisasi masyarakat sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah. Beberapa organisasi tersebut banyak dilahirkan oleh kaum intelek pada masa itu. Keberadaan organisasi masyarakat sebagai wadah aspirasi ini juga dapat dijadikan bukti pelengkap bahwa negara Indonesia tidak lepas dari budaya Indonesia merdeka, buadaya demokrasi berkembang semakin dewasa dan dilandasi dengan konsep pemikiran yang lebih modern. Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya dan mulai membuat tata pemerintahan sendiri, kemudian dari masa awal kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan sistem demokrasi sebagai landasan dalam mengatur pemerintahannya. Baca Cara Melestarikan Budaya di IndonesiaSistem Demokrasi ParlementerSistem demokrasi parlementer ini diberlakukan pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Sebenarnya sistem demokrasi parlementer ini secara praktiknya sudah diberlakukan sejak November 1945, namun secara hukum konstitusional baru ditetapkan pada tahun 1950 sejak disahkannya UUDS demokrasi parlementer bukanlah sistem pertama yang diterapakan di Indonesia, setelah pasca proklamasi kemerdekaan. Pemerintahan pada waktu itu menerapkan sistem presidensil tepat satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan. Penerapan sistem presidensil ini mengacu pada Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Namun beberapa bulan setelah diberlakukannya sistem presidensil ini digantikan dengan sistem demokrasi parlementer, tepatnya November sistem presidensil menjadi sistem demokrasi parlementer ini didasari pada maklumat wakil presiden no X November 1945. Sistem presidensil yang mengkiblat eropa ini dianggap terlalu memberi kekuasaan berlebih kepada sosok seorang presiden. Pendapat ini pertama kali dicetuskan oleh Sutan Syahrir berdasarkan kecemasannya terhadap anggapan dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi karena bantuan Jepang dan penerapan sistem presidensil yang menganut sistem negara eropa ini dijadikan sebagai daya pikat agar negara eropa mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun ada juga beberapa pihak yang menganggap Sutan Syahrir ingin menepikan posisi Soekarno hanya sebatas simbol kekuatan negara. Setelah sistem presidensil resmi digantikan dengan sistem demokrasi parlementer tepat pada 15 Agustus 1950 melalui disahkannya UUDS pada sistem demokrasi parlementer Kedudukan badan eksekutif bergantung pada dukungan parlemen, mengakibatkan kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen eksekutif tidak bisa ditentukan masa berakhirnya sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat dibubarkan oleh bisa mengendalikan parlemen. Hal ini dapat terjadi jika anggota anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Oleh sebab itu pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai maka anggota anggota kabinet pun dapat mengusai dapat dijadikan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif, berbeda dengan sistem presidensial. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen akan sangat bermanfaat dan menjadi cikal bakal karakter yang penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif Demokrasi TerpimpinSetelah mengalami perubahan dari sistem presidensil menjadi sistem demokrasi parlementer, beberapa pihak masih merasa banyak kekurangan yang terjadi dalam pemerintahan negara. Jika pada sistem presidensil dianggap presiden terlalu didewakan, kini untuk sistem demokrasi parlementer, peran presiden dianggap hanya sebatas simbol atau kepala negara saja, seluruh kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh partai meredam konflik yang terjadi pada sistem demokrasi parlementer, maka dikeluarkanlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS MPRS dan DPAS dalam waktu yang kemunculan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini melahirkan dampak positif dan dampak negatif pada jalannya pemerintahan positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Menyelamatkan pemerintahan negara dari perpecahan dan krisis politik pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan pemerintahan pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda Negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Berdasarkan kenyataannya UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 1945 harusnya dijadikan dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan, namun pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong kekeuasaan berlebih pada presiden, MPR dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde peluang untuk pihak militer terjun kedalam politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai Masa Order Baru dan Masa ReformasiSetelah runtuhnya rezim pemerintahan presiden Soekarno dan digantikan dengan masa pemerintahan presiden Soeharto, pemberlakuan sistem demokrasi di Indonesia dianggap berantakan. Sebenarnya pemberlakuan demokrasi Pancasila yang dilakukan ada masa orde baru ini sangatlah sesuai dengan hati dan kepribadian rakyat Indonesia, namun sering berjalannya waktu, kaidah demokrasi Pancasila mulai diselewengkan dan fungsi-fungsi pengatur dalam demokrasi Pancasila mulai dan budaya demokrasi Pancasila yang diselewengkan ini sangat terkesan jauh dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pada masa presiden Soeharto, kebebasan rakyat dalam berpendepat sangat dibatas. Dan secara tidak langsung Golkar menjadi satu-satunya partai politik yang sangat dominan dan menguasai segala segi itu juga selama beberapa dekade tidak terjadi perguliran kekuasaan untuk kursi presiden. Soeharto terlalu lama memonopoli kekuasaan, kalaupun ada kursi kekuasaan yang berganti hanya untuk kalangan pejabat sekelas lurah, camat atauun bupati dan walikota. Masyarakat dituntut untuk mengakui Golkar sebagai partai politik utama. Dengan adanya ketidakadilan ini, amarah rakyat melonjak hingga terjadilah konflik di tahun 1998 untuk menggulirkan kekuasaan presiden Soeharto. Baca Kedudukan Warga Negara dalam Negara IndonesiaRuntuhnya kekuasaan Soeharto kemudian digantikan dengan naiknya Habibie menjadi presiden. Kemudian penerapan sistem demokrasi Pancasila masih diberlakukan, namun beberapa penyelewengan yang terjadi pada masa orde baru mulai Masa Demokrasi Pancasila Reformasi Adanya sistem multi pemilihan langsung Pemilu kepala supermasi pembagaian kekuasan yang lebih hak politik rakyat kebebasan berpendapat dan informasi publik & pers.

sistem demokrasi baru dapat terlaksana di indonesia setelah indonesia merdeka